Jumat, 01 November 2013

7 PUNCAK TERTINGGI DI INDONESIA ATAU THE SEVEN SUMMIT INDONESIA


7 PUNCAK TERTINGGI DI INDONESIA ATAU THE SEVEN SUMMIT INDONESIA

1.      Cartenzs Pyramid Pegunungan Sudirman; Puncak tertinggi di Pulau Papua
Puncak gunung tertinggi di pulau Papua adalah Cartenzs Pyramid dengan ketinggian 4.884 m dpl. Puncak Carstenzs yang biasa disebut juga Puncak Jaya merupakan bagian dari Pegunungan Maoke (Barisan Sudirman) yang terdapat di provinsi Papua. Letaknya berada di kordinat 04º 03′ 48″ LS 137º 11′ 09″ BT, Puncak Jaya merupakan puncak tertinggi di Indonesia dan juga masuk kedalam salah satu Seven Summit di tujuh benua dunia versi Reinhold Messne. Rute pendakian termudah bisa melalui Ilaga (jalur utara) atau Singa dan Tembagapura (jalur selatan).




2.      Gunung Binaiya; Puncak tertinggi di Kepulauan Maluku
Puncak gunung tertinggi di kepulauan Maluku adalah puncak Gunung Binaiya (Binaia) dengan ketinggian 3.027 m dpl. Dan. Gunung tidak berapi ini terletak di pulau Seram dalam wilayah Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Tepatnya pada koordinat 3° 10′ LS dan 129°28′BT. Rute pendakian kepuncaknya bisa dimulai dari desa Kanike


.
3.      Puncak Rantemario Gunung Latimojong; Puncak tertinggi di Pulau Sulawesi
Puncak gunung tertinggi di pulau Sulawesi dipegang oleh gunung Latimojong dengan puncak tertingginya bernama Rante Mario memiliki ketinggian 3.478 m dpl. Pegunungan Latimojong yang merupakan gunung tidak berapi ini berada di kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan, pada koordinat 3° 22′ 54″ LS 120° 1′ 43″ BT. Rute pendakiannya bisa dimulai dari desa Karangan. Sumber lain menyatakan puncak tertinggi adalah Rantekombola yang berada berdekatan dengan Rantemario.




4.      Gunung Bukit Raya; Puncak tertinggi di Pulau Kalimantan
Puncak gunung tertinggi di Kalimantan sebenarnya adalah gunung Kinabalu namun gunung tersebut berada di wilayah Malaysia. Sedang puncak tertinggi dalam “The Seven Summits of Indonesia” dari kalimantan adalah Gunung Bukit Raya dengan ketinggian 2.278 m dpl. Gunung tidak berapi yang merupakan bagian dari Muller Schwaner ini terletak di Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah pada koordinat 112º 07′ BT dan 00º 24′ LS. Rute pendakian bisa dimulai dari Nanga Popai, Kalimantan Barat.

 





5.      Gunung Rinjani; Puncak tertinggi di Kepulauan Nusa Tenggara dan Bali
Puncak tertinggi di Bali dan Nusa Tenggara adalah Gunung Rinjani dengan ketinggian 3.726 m dari permukaan laut. Gunung berapi ini berada di pulau Lombok propinsi Nusa Tenggara Barat pada koordinat 8° 25′ LS 116° 28′ BT. Rute pendakian bisa dimulai dari desa Sembalunlawang.



6.      Puncak Mahameru Gunung Semeru; Puncak tertinggi di Pulau Jawa
Puncak tertinggi di pulau Jawa adalah Puncak Mahameru yang merupakan puncak dari Gunung Semeru dengan ketinggian 3.676 m dpl. Gunung ini berada di propinsi Jawa Timur di antara wilayah Kabupaten Malang dan Lumajang, dengan posisi geografis antara 8° 6′ 28″ LS, 112° 55′ 12″ BT. Rute pendakian gunung dapat dimulai dari Desa Ranupane.




7.      Puncak Indrapura Gunung Kerinci; Puncak tertinggi di Pulau Sumatera
Puncak Gunung tertinggi di pulau Sumatera adalah Puncak Indrapura di Gunung Kerinci dengan ketinggian 3.800 m dpl. Gunung berapi ini Berada di perbatasan propinsi Sumatera Barat dan Jambi pada lintang 10°45,50′ LS dan 1010°160′ BT. Gunung ini bisa didaki dari rute di desa Kersik Tuo.

Selasa, 23 April 2013

skripsi q bab 1



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam teknologinya, jika pendidikan dalam negara kualitasnya baik. Tinggi rendahnya kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal dalam suatu negara dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi pendidikan formal yang berada di sekolah bisa berasal dari siswanya, pengajarnya, sarana prasarananya, dan bisa juga karena faktor lingkungannya.Salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat mengajarkan siswa untuk berpikir kritis dan logis adalah matematika.
1
 
Ada banyak definisi tentang matematika. Setiap pakar matematika mempunyai definisi yang berbeda mengenai matematika. Tidak sedikit matematikawan yang mendefinisikan bahwa Matematika merupakan ilmu yang mempunyai ciri-ciri khusus, salah satunya adalah penalaran dalam matematika yang bersifat deduktif aksiomatis yang berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep, dan simbol-simbol yang abstrak serta tersusun secara hierarkis Definisi ini selalu berkembang berdasarkan setiap penemuan pakarnya. Oleh karena itu, kebaharuan matematika bersifat universal di seluruh dunia, sehingga matematika memainkan peran yang fundamental terhadap ilmu pengetahuan modern. 
Pentingnya peranan matematika ini tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi, teknologi, sosial, budaya, namun juga dalam ilmu agama, karena matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus pelayan dari ilmu. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman yang menyatakan bahwa “Matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri sebagai ilmu juga untuk melayani kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan operasionalnya”.[1] Dikatakan sebagai pelayan, karena matematika merupakan ilmu dasar yang mendasari dan melayani ilmu lain. Sedangkan sebagai ratu, karena perkembangan matematika tidak tergantung pada ilmu lain.
Walaupun tidak bergantung pada ilmu lain, namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat saat ini memungkinkan semua orang bisa mengakses dan mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat.  Oleh karena itu, siswa di sekolah harus dibekali dengan kemampuan berfikir kritis, sistematis, dan kreatif  untuk memperoleh dan mengolah informasi tersebut agar mampu bersaing dengan pesaing lainnya dalam mengembangkan ilmu matematika.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat diwujudkan dan dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena matematika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antara konsep yang satu dengan konsep yang lainnya. Selain itu, matematika juga memungkinkan siswa untuk terampil bertindak atas dasar pemikiran yang rasional dan logis. Oleh karena itu, pembelajaran matematika di sekolah harus benar-benar dioptimalkan agar potensi yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang secara maksimal.
Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar sampai jenjang  menengah yang terdapat pada standar isi adalah agar siswa mampu:
1.      Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah.
2.      Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3.       Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4.      Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5.      Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.[2]

Sementara, penalaran itu sendiri adalah suatu proses yang berusaha menghubung-hubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan atau pernyataan yang baru.[3] Adapun karakteristik soal matematika yang termasuk ke dalam kategori penalaran adalah :
1.      Soal yang meminta siswa untuk menyajikan suatu pernyataan matematika baik lisan, tertulis maupun diagram.
2.      Soal yang meminta siswa untuk menarik kesimpulan, menyusun bukti dan menarik kesimpulan terhadap kebenaran solusi
3.      Soal yang mengharuskan siswa untuk menarik kesimpulan dari suatu pernyataan
4.      Soal yang memungkinkan siswa untuk memeriksa keshahihan argument
5.      Soal yang meminta siswa untuk melakukan manipulasi matematika
6.      Soal yang meminta siswa untuk menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
7.      Soal yang meminta siswa untuk mengajukan dugaan[4]

Dari ketujuh karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa penalaran merupakan salah satu aspek yang sangat mendukung keberhasilan dalam proses pemecahan masalah matematika siswa. Untuk dapat menyelesaikan soal-soal matematika, siswa harus menggunakan kemampuan berargumentasinya. Dalam hal ini, yang dibutuhkan adalah kemampuan bernalar atau yang disebut dengan penalaran. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Fadjar shadiq, bahwa materi matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.[5]
Selain itu, diketahui bahwa dasar dari penalaran itu sendiri adalah logika, yang mana logika adalah suatu metode untuk mengukur ketepatan dalam berfikir dan membuat kesimpulan.[6] Proses dari logika ini, melalui tiga tahap, yaitu yang pertama abstraksi, yang kedua pernyataan proses logika, dan setelah terbentuk kalimat-kalimat pernyataan, proses yang ketiga adalah penalaran.[7]
Ini berarti, sebelum seorang siswa bernalar, maka harus didahului dengan proses abstraksi (berfikir abstrak), yang mana proses abstraksi ini merupakan bagian dari kecerdasan keruangan (spatial intelellingence). Seperti yang dikatakan oleh Diazmann dan kawan-kawan bahwa spatial intelellingence can be inferred from the ability to invoke and use particular representation and reasoning.[8] Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa kecerdasan spasial dapat disimpulkan dari kemampuan untuk membangkitkan penalaran dan menggunakan penalaran pada khususnya. Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa kemampuan spasial atau kemampuan keruangan dengan penalaran mempunyai keterkaitan yang sangat erat satu sama lain.
Dengan adanya penalaran yang tinggi, maka akan memudahkan siswa untuk mengemukakan argumentasinya terhadap suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Tidak hanya dalam pembelajaran matematika, penalaran juga dibutuhkan siswa dalam memecahkan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jika seorang siswa mempunyai kemampuan penalaran yang tinggi, maka siswa tersebut dapat dengan mudah memaknai dan memahami setiap materi yang diberikan oleh guru, dan tentunya akan mudah dalam memecahkan dan menyelesaikan soal-soal matematika.
Namun kenyataannya masih banyak juga siswa yang belum mendayagunakan penalarannya dalam mempelajari pola dan sifat yang terdapat pada materi matematika. Contohnya saja, ketika diberikan latihan berupa soal-soal uraian, mereka belum mampu memaknai maksud dari soal sehingga mereka mengerjakan latihan tersebut dengan rumus yang salah dan jalan yang berbelit-belit.
Untuk dapat meningkatkan nilai matematika, terlebih dahulu guru harus mampu meningkatkan kemampuan bernalar siswa. Tetapi sebelumnya kita harus tahu dulu bagaimana tingkat kemampuan penalaran masing-masing siswa, sehingga kita dapat memberikan tindakan kepada mereka berupa metode mengajar yang variatif ataupun berupa soal-soal yang lebih mengacu kepada indikator-indikator soal penalaran matematika.
Selain itu, diketahui bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penalaran matematika seorang siswa. Hal ini disebabkan karena secara umum pria dan wanita mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut ditinjau dari segi fisik, fisiologis, dan lingkungan sekitar. Menurut Frank B Me,  mulai usia 11 tahun, pria dan wanita cenderung berbeda dalam kemampuan matematika dan keruangan. Anak laki-laki lebih unggul daripada anak wanita, dan ini disebabkan karena perbedaan fisik otak.[9] Ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Fennema yang mengatakan bahwa “It is clear that females, less than do males, participate in post–high school mathematics study and mathematics-related careers.[10] Artinya adalah terlihat jelas bahwa perempuan kurang berpartisipasi dibandingkan laki-laki dalam pembelajaran matematika di sekolah dan matematika yang berhubungan dengan karir.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak, didapatkan informasi bahwa sebahagian besar dari siswa mempunyai daya serap yang cukup rendah, dalam artian intake siswa sangat rendah. Siswa laki-laki lebih berpartisipasi secara aktif dalam menjawab soal matematika. Berdasarkan hasil MID semester II yang  diberikan  pada siswa kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak, hanya beberapa persen dari siswa yang mencapai KKM.

Tabel 1:  Persentase Nilai Mid Semester II Kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak

Lokal
VIII.1
VIII 2
VIII 3
Persentase ketuntasan
14 %
20 %
42 %

Dari Tabel 1, terlihat jelas bahwa sangat sedikit siswa  yang mampu mencapai KKM. Sementara, untuk mampu mencapai KKM diperlukan 4 kemampuan yaitu pemahaman, penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Dari 4 kemampuan tersebut, kemampuan penalaran merupakan akar dari kemampuan lainnya. Dalam artian, jika seorang siswa sudah mampu mendayagunakan penalarannya dalam memahami materi, maka akan mudah untuk mengkomunikasikannya dalam memecahkan masalah, sehingga dapat dengan mudah meraih nilai di atas KKM. Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman peneliti selama melaksanakan PPL  di VIII SMP N 2 X Koto Singkarak dengan siswa kelas VIII.1, VIII.2, dan VIII.3 peneliti melihat dengan jelas bahwa ketika diberikan soal, sebagian siswa mampu menyelesaikan soal tersebut dengan berbagai jawaban. Ada yang menjawab benar karena dia paham dengan  soal yang diberikan, namun tidak sedikit pula yang menjawab benar karena mengikuti prosedur rumus yang telah diberikan atau sekedar hafal rumus. Sebagian siswa yang lain ada yang menjawab benar karena mencontek, dan ada pula yang sama sekali tidak faham akan maksud soal sehingga mengakibatkan mereka malas berfikir dan tidak menyelesaikan soal yang telah diberikan. Namun di dalam proses pembelajaran, siswa laki-laki dengan kemampuan matematika sedang dan tinggi lebih mampu mengungkapkan argumentasinya dibandingkan dengan perempuan.
. Untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat agar dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa. Menurut wawancara guru matematika, diketahui bahwa pendekatan investigasi belum pernah diterapkan dalam pembelajaran matematika di SMP tersebut. Selama ini guru masih menerapkan pola pembelajaran konvensional yaitu dengan metode ceramah. Menurut Fadjar Shadiq beberapa cara untuk mengaktifkan siswa agar berpikir dan bernalar adalah dengan memberikan soal yang mengarah pada jawaban konvergen, divergen, dan penyelidikan (investigasi)[11]. Dalam pendekatan investigasi siswa dituntut untuk lebih aktif dalam mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih bermakna pada siswa. menurut Setiawan bahwa di dalam pendekatan investigasi 5 terdapat tiga fase yang harus ditempuh siswa yaitu[12]: (a). Fase membaca, menterjemahkan, dan memahami masalah. Fase ini menuntut siswa untuk mengkonstruksikan suatu masalah menurut bahasa mereka sendiri, (b). Fase pemecahan masalah merupakan fase untuk menggali pengetahuan siswa dengan cara menyelesaikan suatu masalah, dan (c). Fase menjawab dan mengkomunikasikan jawaban. Dalam fase ini siswa siswa dituntut untuk menyimpulkan hasil dari fase kesatu dan dua, lalu melihat dan menyimpulkan apakah hasil pada masalah ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang lainnya. Dengan menggunakan pendekatan investigasi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran siswa kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak dalam pembelajaran matematika.
Beranjak dari argumentasi di atas, maka peneliti tertarik  melakukan penelitian untuk mengetahui kemampuan penalaran matematika siswa kelas VIII dan diharapkan setelah mengetahuinya, kemampuan penalaran matematika siswa tersebut dapat ditingkatkan melalui penelitian lanjutan oleh para pembaca maupun peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul Penerapan Pendekatan Investigasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak.

B.     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasikan masalah  yang ditemukan di SMPN 2 X Koto Singkarak sebagai berikut :
1.         Kurangnya keaktifan siswa dalam belajar
2.         Kurangnya penalaran siswa dalam menganalisa soal dalam proses pembelajaran.
3.         Rendahnya hasil belajar siswa.
4.         Siswa menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan.
5.         Catatan siswa kurang sempurna

C.    Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh Penerapan pendekatan investigasi terhadap kemampuan penalaran matematika siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak.
Siswa dikelompokkan ke dalam 2 kelompok berdasarkan jenis kelamin, yaitu kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Adapun yang menjadi pertanyaan penelitian ini adalah:
1.    Bagaimana pengaruh penerapan pendekatan investigasi terhadap kemampuan penalaran matematika siswa laki-laki  kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak ?
2.    Bagaimana pengaruh penerapan pendekatan investigasi terhadap kemampuan penalaran matematika siswa perempuan kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak ?
D.    Asumsi
Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah:
1.      Soal tes dirancang untuk menumbuhkan penalaran siswa.
2.      Setiap siswa memiliki  kemampuan penalaran matematika.
E.     Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul ini, maka peneliti mencoba menjelaskan istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini sebagai berikut:
Pendekatan Investigasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil sesuai pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan soal soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat oleh guru.
Kemampuan Penalaran matematika adalah kemampuan menyajikan suatu obyek matematika (masalah, pernyataan, solusi, model, dan lainnya) ke dalam berbagai notasi,  yang mana indikator kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika tersebut adalah :
1.      Menyajikan pernyataan matematika secara lisan, gambar
2.      Membuat analogi dan generalisasi (menarik kesimpulan)
3.      Memberikan penjelasan dengan menggunakan model
4.      Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematika
5.      Menyusun dan menguji konjektur
6.      Memeriksa validitas argument
7.      Menyusun pembuktian langsung
8.      Menyusun pembuktian tidak langsung
9.      Memberikan contoh penyangkal
10.  Mengikuti aturan enferensi
Pembelajaran matematika adalah suatu proses interaksi antara peserta didik, dan pendidik dengan sumber belajar yang ada di lingkungan belajarnya yang berupa ide-ide abstrak dengan simbol- simbol yang tersusun dan penalarannya deduktif dan  tidak menerima pembuktian secara induktif.
F.     Tujuan penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan pendekatan investigasi terhadap  kemampuan penalaran matematika siswa laki-laki dan siswa perempuan kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak.

G.    Manfaat  Penelitian
            Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1.        Bahan pertimbangan dan masukan bagi guru matematika dalam merancang suatu program pembelajaran yang dapat meningkatkan daya nalar siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
2.        Dapat memecahkan permasalahan belajar siswa.
3.        Memberikan pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan bagi peneliti dalam menyusun karya ilmiah secara tertulis dan sistematis.










[1] Erman Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 25

[2] Permendiknas no 22 tahun 2006, h.46
[3] Fajar Shadiq, Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran di SMK. 2008 , ( Yogyakarta:Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika) h:9
[4] Ahmad Nizard, 2009. Kontribusi Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa. Tersedia pada (http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-2-achmad-nizar.pdf), diakses pada desember 2011, h: 75
[5] Fadfar Shadiq, op.cit, h:11
[6] Lilik hendra jaya, filsafat sains.2011, Institut Teknologi Bandung,h. 11
[7] Ibid, h. 11-12
[8] Diezmann, Carmel M and Watters, James J, Identifying and Supporting Spatial Intelligence in Young Children.2000, h. 4
[9] Ahmad Fauzan.Thesis,(Penelusuran Kemampuan Persepsi Ruang Siswa Kelas 1 SMU di Sumatera Barat:1996)
[11] Fadjar Shadiq. 2009. Investigasi dalam Proses Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Widyaiswara PPPPTK Matematika.
[12] Setiawan. 2006. Model Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Investigasi. Makalah. Disampaikan dalam Penulisan Modul Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika