BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan
yang memegang peranan penting. Suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan
dalam teknologinya, jika pendidikan dalam negara kualitasnya baik. Tinggi rendahnya
kualitas pendidikan baik pendidikan formal maupun nonformal dalam suatu negara
dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi pendidikan formal yang
berada di sekolah bisa berasal dari siswanya, pengajarnya, sarana prasarananya,
dan bisa juga karena faktor lingkungannya.Salah satu mata pelajaran di sekolah
yang dapat mengajarkan siswa untuk berpikir kritis dan logis adalah matematika.
|
Pentingnya peranan matematika ini
tidak hanya dirasakan dalam bidang ekonomi, teknologi, sosial, budaya, namun
juga dalam ilmu agama, karena matematika adalah ratunya ilmu dan sekaligus
pelayan dari ilmu. Hal ini sesuai dengan pendapat Erman Suherman yang
menyatakan bahwa “Matematika tumbuh dan berkembang untuk dirinya sendiri
sebagai ilmu juga untuk melayani kebutuhan pengetahuan dalam pengembangan dan
operasionalnya”.[1]
Dikatakan sebagai pelayan, karena matematika merupakan ilmu dasar yang
mendasari dan melayani ilmu lain. Sedangkan sebagai ratu, karena perkembangan
matematika tidak tergantung pada ilmu lain.
Walaupun tidak bergantung pada ilmu
lain, namun perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat saat
ini memungkinkan semua orang bisa mengakses dan mendapatkan informasi dengan
mudah dan cepat. Oleh karena itu, siswa
di sekolah harus dibekali dengan kemampuan berfikir kritis, sistematis, dan
kreatif untuk memperoleh dan mengolah
informasi tersebut agar mampu bersaing dengan pesaing lainnya dalam
mengembangkan ilmu matematika.
Kemampuan-kemampuan tersebut dapat
diwujudkan dan dikembangkan melalui pembelajaran matematika, karena matematika
memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antara konsep yang satu
dengan konsep yang lainnya. Selain itu, matematika juga memungkinkan siswa
untuk terampil bertindak atas dasar pemikiran yang rasional dan logis. Oleh
karena itu, pembelajaran matematika di sekolah harus benar-benar dioptimalkan agar
potensi yang dimiliki oleh siswa dapat berkembang secara maksimal.
Adapun
tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar sampai
jenjang menengah yang terdapat pada
standar isi adalah agar siswa mampu:
1. Memahami
konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
2. Menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan
menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan
gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas
keadaan atau masalah.
5. Memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan
percaya diri dalam pemecahan masalah.[2]
Sementara,
penalaran itu sendiri adalah suatu proses yang berusaha
menghubung-hubungkan fakta-fakta yang diketahui menuju kepada suatu kesimpulan
atau pernyataan yang baru.[3]
Adapun karakteristik soal matematika yang termasuk ke dalam kategori penalaran
adalah :
1.
Soal yang meminta siswa untuk menyajikan
suatu pernyataan matematika baik lisan, tertulis maupun diagram.
2.
Soal yang meminta siswa untuk menarik
kesimpulan, menyusun bukti dan menarik kesimpulan terhadap kebenaran solusi
3.
Soal yang mengharuskan siswa untuk menarik
kesimpulan dari suatu pernyataan
4.
Soal yang memungkinkan siswa untuk
memeriksa keshahihan argument
5.
Soal yang meminta siswa untuk melakukan
manipulasi matematika
6.
Soal yang meminta siswa untuk menemukan
pola atau sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi
7.
Soal yang meminta siswa untuk mengajukan
dugaan[4]
Dari ketujuh karakteristik tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penalaran merupakan salah satu aspek yang sangat mendukung keberhasilan dalam
proses pemecahan masalah matematika siswa. Untuk dapat menyelesaikan soal-soal
matematika, siswa harus menggunakan kemampuan berargumentasinya. Dalam hal ini,
yang dibutuhkan adalah kemampuan bernalar atau yang disebut dengan penalaran.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Fadjar shadiq, bahwa materi
matematika dan penalaran matematika merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan. Materi matematika dipahami melalui penalaran, dan penalaran
dipahami dan dilatihkan melalui belajar materi matematika.[5]
Selain itu, diketahui bahwa dasar
dari penalaran itu sendiri adalah logika, yang mana logika adalah suatu metode
untuk mengukur ketepatan dalam berfikir dan membuat kesimpulan.[6] Proses dari logika ini,
melalui tiga tahap, yaitu yang pertama abstraksi, yang kedua pernyataan proses
logika, dan setelah terbentuk kalimat-kalimat pernyataan, proses yang ketiga
adalah penalaran.[7]
Ini berarti, sebelum seorang siswa
bernalar, maka harus didahului dengan proses abstraksi (berfikir abstrak), yang
mana proses abstraksi ini merupakan bagian dari kecerdasan keruangan (spatial intelellingence). Seperti yang
dikatakan oleh Diazmann dan kawan-kawan bahwa spatial intelellingence can be inferred from
the ability to invoke and use particular representation and reasoning.[8]
Maksud dari pernyataan tersebut adalah bahwa kecerdasan spasial dapat
disimpulkan dari kemampuan untuk membangkitkan penalaran dan menggunakan
penalaran pada khususnya. Dari pernyataan di atas jelaslah bahwa kemampuan
spasial atau kemampuan keruangan dengan penalaran mempunyai keterkaitan yang sangat erat satu
sama lain.
Dengan
adanya penalaran yang tinggi, maka akan memudahkan siswa untuk mengemukakan
argumentasinya terhadap suatu masalah dalam pembelajaran matematika. Tidak
hanya dalam pembelajaran matematika, penalaran juga dibutuhkan siswa dalam memecahkan
suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari. Jika seorang siswa mempunyai
kemampuan penalaran yang tinggi, maka siswa tersebut dapat dengan mudah
memaknai dan memahami setiap materi yang diberikan oleh guru, dan tentunya akan
mudah dalam memecahkan dan menyelesaikan soal-soal matematika.
Namun kenyataannya masih banyak juga siswa
yang belum mendayagunakan penalarannya
dalam mempelajari pola dan sifat yang terdapat pada materi matematika. Contohnya saja, ketika diberikan latihan berupa soal-soal uraian, mereka
belum mampu memaknai maksud dari soal sehingga mereka mengerjakan latihan
tersebut dengan rumus yang salah dan jalan yang berbelit-belit.
Untuk
dapat meningkatkan nilai matematika, terlebih dahulu guru harus mampu
meningkatkan kemampuan bernalar siswa. Tetapi sebelumnya kita harus tahu dulu
bagaimana tingkat kemampuan penalaran masing-masing siswa, sehingga kita dapat
memberikan tindakan kepada mereka berupa metode mengajar yang variatif ataupun
berupa soal-soal yang lebih mengacu kepada indikator-indikator soal penalaran
matematika.
Selain
itu, diketahui bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi penalaran matematika seorang siswa. Hal ini disebabkan karena
secara umum pria dan wanita mempunyai perbedaan. Perbedaan tersebut ditinjau
dari segi fisik, fisiologis, dan lingkungan sekitar. Menurut Frank B Me, mulai usia 11 tahun, pria dan wanita
cenderung berbeda dalam kemampuan matematika dan keruangan. Anak laki-laki
lebih unggul daripada anak wanita, dan ini disebabkan karena perbedaan fisik
otak.[9] Ini sesuai dengan pendapat
Elizabeth Fennema yang
mengatakan bahwa “It is clear that
females, less than do males, participate in post–high school mathematics study
and mathematics-related careers.[10] Artinya adalah terlihat
jelas bahwa perempuan kurang berpartisipasi dibandingkan laki-laki dalam
pembelajaran matematika di sekolah dan matematika yang berhubungan dengan
karir.
Berdasarkan
hasil wawancara peneliti dengan guru kelas VIII SMP
N 2 X Koto
Singkarak, didapatkan informasi bahwa sebahagian
besar dari siswa mempunyai daya serap yang cukup rendah, dalam artian intake
siswa sangat rendah. Siswa laki-laki lebih berpartisipasi secara aktif dalam
menjawab soal matematika. Berdasarkan hasil MID semester II yang diberikan
pada siswa kelas VIII SMP
N 2 X Koto
Singkarak, hanya beberapa persen dari siswa yang
mencapai KKM.
Tabel 1: Persentase Nilai
Mid Semester II Kelas VIII
SMP N 2 X Koto Singkarak
Lokal
|
|||
VIII.1
|
VIII 2
|
VIII 3
|
|
Persentase ketuntasan
|
14 %
|
20 %
|
42 %
|
Dari
Tabel 1, terlihat jelas bahwa sangat sedikit siswa yang mampu mencapai KKM. Sementara, untuk
mampu mencapai KKM diperlukan 4 kemampuan yaitu pemahaman, penalaran, komunikasi, dan
pemecahan masalah. Dari 4 kemampuan tersebut, kemampuan penalaran merupakan
akar dari kemampuan lainnya. Dalam artian, jika seorang siswa sudah mampu
mendayagunakan penalarannya dalam memahami materi, maka akan mudah untuk mengkomunikasikannya
dalam memecahkan masalah, sehingga dapat dengan mudah meraih nilai di atas KKM.
Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman peneliti selama melaksanakan
PPL di VIII SMP
N 2 X Koto
Singkarak dengan siswa kelas VIII.1, VIII.2,
dan VIII.3
peneliti melihat dengan jelas bahwa ketika diberikan soal, sebagian siswa mampu
menyelesaikan soal tersebut dengan berbagai jawaban. Ada yang menjawab benar
karena dia paham dengan soal yang
diberikan, namun tidak sedikit pula yang menjawab benar karena mengikuti
prosedur rumus yang telah diberikan atau sekedar hafal rumus. Sebagian siswa
yang lain ada yang menjawab benar karena mencontek, dan ada pula yang sama
sekali tidak faham akan maksud soal sehingga mengakibatkan mereka malas
berfikir dan tidak menyelesaikan soal yang telah diberikan. Namun di dalam
proses pembelajaran, siswa laki-laki dengan kemampuan matematika sedang dan
tinggi lebih mampu mengungkapkan argumentasinya dibandingkan dengan perempuan.
. Untuk itu diperlukan pendekatan yang tepat agar dapat meningkatkan
kemampuan penalaran siswa. Menurut wawancara guru matematika, diketahui bahwa
pendekatan investigasi belum pernah diterapkan dalam pembelajaran matematika di
SMP tersebut. Selama ini guru masih menerapkan pola pembelajaran konvensional
yaitu dengan metode ceramah. Menurut Fadjar Shadiq beberapa cara untuk
mengaktifkan siswa agar berpikir dan bernalar adalah dengan memberikan soal
yang mengarah pada jawaban konvergen, divergen, dan penyelidikan (investigasi)[11].
Dalam pendekatan investigasi siswa dituntut untuk lebih aktif dalam
mengembangkan sikap dan pengetahuannya tentang matematika sesuai dengan
kemampuan masing-masing sehingga akibatnya memberikan hasil belajar yang lebih
bermakna pada siswa. menurut Setiawan bahwa di dalam pendekatan investigasi 5
terdapat tiga fase yang harus ditempuh siswa yaitu[12]:
(a). Fase membaca, menterjemahkan, dan memahami masalah. Fase ini menuntut
siswa untuk mengkonstruksikan suatu masalah menurut bahasa mereka sendiri, (b).
Fase pemecahan masalah merupakan fase untuk menggali pengetahuan siswa dengan
cara menyelesaikan suatu masalah, dan (c). Fase menjawab dan mengkomunikasikan
jawaban. Dalam fase ini siswa siswa dituntut untuk menyimpulkan hasil dari fase
kesatu dan dua, lalu melihat dan menyimpulkan apakah hasil pada masalah ini
dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang lainnya. Dengan menggunakan
pendekatan investigasi ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran
siswa kelas VIII SMP N 2 X Koto
Singkarak dalam pembelajaran matematika.
Beranjak
dari argumentasi di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui
kemampuan penalaran matematika siswa kelas VIII dan
diharapkan setelah mengetahuinya, kemampuan penalaran matematika siswa tersebut
dapat ditingkatkan melalui penelitian lanjutan oleh para pembaca maupun
peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti mengangkat judul “Penerapan Pendekatan Investigasi Untuk Meningkatkan Kemampuan
Penalaran Matematika Siswa Kelas VIII SMP N 2 X Koto Singkarak”.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat diidentifikasikan masalah yang ditemukan di SMPN 2 X Koto Singkarak sebagai berikut :
1.
Kurangnya
keaktifan siswa dalam belajar
2.
Kurangnya
penalaran siswa dalam menganalisa soal dalam proses
pembelajaran.
3.
Rendahnya
hasil belajar siswa.
4.
Siswa
menganggap pelajaran matematika adalah pelajaran yang menakutkan.
5.
Catatan siswa
kurang sempurna
C.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
batasan masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah bagaimana pengaruh Penerapan
pendekatan investigasi terhadap kemampuan
penalaran matematika siswa laki-laki dan perempuan kelas VIII SMP
N 2 X Koto Singkarak.
Siswa dikelompokkan ke dalam 2 kelompok berdasarkan jenis kelamin, yaitu
kelompok laki-laki dan kelompok perempuan. Adapun yang menjadi pertanyaan
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh penerapan pendekatan investigasi terhadap kemampuan penalaran matematika siswa laki-laki kelas VIII SMP N 2 X Koto
Singkarak ?
2. Bagaimana pengaruh
penerapan pendekatan investigasi terhadap kemampuan
penalaran matematika siswa perempuan kelas VIII SMP N 2 X Koto
Singkarak ?
D. Asumsi
Adapun asumsi dalam penelitian ini adalah:
1. Soal tes dirancang untuk menumbuhkan penalaran siswa.
2. Setiap siswa memiliki
kemampuan penalaran matematika.
E.
Definisi
Operasional
Untuk menghindari
kesalahpahaman dalam memahami judul ini, maka peneliti mencoba menjelaskan
istilah-istilah yang terdapat dalam judul ini sebagai berikut:
Pendekatan Investigasi adalah kegiatan pembelajaran yang memberikan kemungkinan siswa
untuk mengembangkan pemahaman siswa melalui berbagai kegiatan dan hasil sesuai
pengembangan yang dilalui siswa. Kegiatan belajarnya diawali dengan pemecahan
soal soal atau masalah-masalah yang diberikan oleh guru, sedangkan kegiatan
belajar selanjutnya cenderung terbuka, artinya tidak terstruktur secara ketat
oleh guru.
Kemampuan Penalaran matematika adalah kemampuan menyajikan suatu obyek matematika (masalah,
pernyataan, solusi, model, dan lainnya) ke dalam berbagai notasi, yang mana indikator
kemampuan yang termasuk pada kemampuan penalaran matematika tersebut adalah :
1.
Menyajikan pernyataan matematika
secara lisan, gambar
2.
Membuat analogi dan generalisasi
(menarik kesimpulan)
3.
Memberikan penjelasan dengan
menggunakan model
4.
Menggunakan pola dan hubungan untuk
menganalisis situasi matematika
5.
Menyusun dan menguji konjektur
6.
Memeriksa validitas argument
7.
Menyusun pembuktian langsung
8.
Menyusun pembuktian tidak langsung
9.
Memberikan contoh penyangkal
10. Mengikuti
aturan enferensi
Pembelajaran matematika adalah suatu
proses interaksi antara peserta didik, dan pendidik dengan sumber belajar yang
ada di lingkungan belajarnya yang berupa ide-ide abstrak dengan simbol- simbol
yang tersusun dan penalarannya deduktif dan
tidak menerima pembuktian secara induktif.
F.
Tujuan
penelitian
Berdasarkan
latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bagaimana pengaruh penerapan pendekatan
investigasi terhadap
kemampuan penalaran matematika siswa laki-laki dan siswa perempuan kelas VIII SMP
N 2 X Koto Singkarak.
G. Manfaat Penelitian
Penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat sebagai:
1.
Bahan
pertimbangan dan masukan bagi guru matematika dalam merancang suatu program
pembelajaran yang dapat meningkatkan daya nalar siswa dalam menyelesaikan
soal-soal matematika.
2.
Dapat
memecahkan permasalahan belajar siswa.
3.
Memberikan
pengetahuan, pengalaman, dan keterampilan bagi peneliti dalam menyusun karya
ilmiah secara tertulis dan sistematis.
[1] Erman
Suherman, Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (Bandung:
Universitas Pendidikan Indonesia, 2003), h. 25
[2] Permendiknas no 22
tahun 2006, h.46
[3] Fajar Shadiq, Bagaimana Cara Mencapai Tujuan Pembelajaran di SMK.
2008 , ( Yogyakarta:Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Matematika) h:9
[4] Ahmad Nizard, 2009. Kontribusi
Matematika dalam Membangun Daya Nalar dan Komunikasi Siswa. Tersedia pada (http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-2-no-2-achmad-nizar.pdf), diakses pada desember 2011, h: 75
[5] Fadfar Shadiq, op.cit,
h:11
[6] Lilik hendra jaya, filsafat sains.2011, Institut Teknologi
Bandung,h. 11
[7] Ibid, h. 11-12
[8] Diezmann,
Carmel M and Watters, James J, Identifying
and Supporting Spatial Intelligence in Young Children.2000, h. 4
[9] Ahmad Fauzan.Thesis,(Penelusuran Kemampuan Persepsi Ruang Siswa
Kelas 1 SMU di Sumatera Barat:1996)
[10] Elizabeth Fennema, Gender dan Mathematics, tersedia pada: (http://www.wcer.wisc.edu/archive/nise/News_Activities/Forums/5th_Annual_Forum_Report/Beyond_Descriptions_of_the_Problems_Chapter_Three.htm), diakses pada 7 april 2012
[11] Fadjar Shadiq. 2009. Investigasi
dalam Proses Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Widyaiswara PPPPTK
Matematika.
[12] Setiawan. 2006. Model
Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Investigasi. Makalah. Disampaikan
dalam Penulisan Modul Paket Pembinaan Penataran. Yogyakarta: PPPG Matematika
Tidak ada komentar:
Posting Komentar